Menghitung biaya bulanan tinggal di apartemen

Sabtu, 06 Mei 2017 | 10:00 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Menghitung biaya bulanan tinggal di apartemen


Ibarat hewan, rumah tapak tipe 36/72 seperti banyak dijajakan pengembang dengan harga Rp 300 jutaan di Kota Jakarta sudah punah. Jangankan di Jakarta, di pinggiran Ibukota RI, seperti Bekasi dan Tangerang, rumah tipe itu sudah langka, nyaris tak ada malah.

Tapi, bukan berarti tidak ada rumah tapak dengan harga mulai Rp 300 juta per unit di Jakarta, lo. Ada. Cuma, ukuran tanahnya kurang dari 50 meter persegi (m²).

Ambil contoh, mengutip situs Rumah.com, di daerah Condet, Jakarta Timur, ada penawaran rumah baru seharga Rp 350 juta per unit. Tipenya: 24/36. Luas bangunannya
24 m² dan tanah 36 m².

Pilihan lain untuk hunian berharga Rp 300 jutaan di Jakarta adalah apartemen. Misalnya, East8 menara B yang meluncur tahun ini. Harga apartemen yang berlokasi di daerah Cibubur, Jakarta Timur ini mulai Rp 321 juta per unit.

Di pinggiran Jakarta, pilihan apartemen dengan harga mulai Rp 300 juta jelas lebih banyak lagi. Contohnya, Serpong Garden Apartement. Harga hunian jangkung di dekat Stasiun Cisauk, Tangerang, itu bahkan mulai Rp 261 juta per unit.

Tapi ingat, meski harganya terbilang murah, biaya hidup di apartemen tidaklah murah. Ada biaya bulanan yang namanya biaya pemeliharaan gedung alias maintenance fee yang cukup menguras kantong.

Biaya ini mencakup biaya servis (service charge), iuran pemeliharaan lingkungan (IPL), pemeliharaan saluran pembuangan dapur dan sampah (sinking fund), serta biaya listrik, air, parkir.

Sekadar informasi, biaya servis dipakai untuk membayar gaji petugas keamanan, kebersihan, pemeliharaan, dan perawatan. Lalu, IPL untuk biaya operasional apartemen, seperti listrik di lorong dan lift.

Menurut Equita Maulidya, penghuni sebuah apartemen di daerah Cipulir Jakarta Selatan, untuk biaya pemeliharaan gedung, di luar listrik, air, dan parkir, besarannya tergantung luas unit apartemen. “Hitungannya per meter persegi,” kata perempuan 25 tahun ini.

Pembayaran biaya pemeliharaan gedung, di luar listrik, air, dan parkir, Equita bilang, setiap enam bulan sekali. Lantaran menghuni unit dengan dua kamar tidur, wira-swasta ini membayar maintenance fee Rp 3,5 juta per enam bulan atau sekitar Rp 580.000 sebulan.

Tagihan biaya pemeliharaan gedung, tidak termasuk listrik, air, dan parkir, muncul di rekening virtual (virtual account) masing-masing penghuni. “Akan ketahuan kalau tagihan sudah lebih dari Rp 3 juta dan waktunya bayar,” kata Equita.

Sedang untuk tagihan listrik serta air, saban bulan Equita mesti merogoh kocek sekitar Rp 350.000. Dan, biaya parkir mobil: Rp 175.000 per bulan. Tapi, ia mengklaim, biaya parkir di apartemennya masih lebih murah ketimbang apartemen menengah bawah lain.

Beda dengan biaya bulanan lainnya termasuk listrik dan air, Equita menjelaskan, pembayaran biaya parkir langsung ke pengelola parkir yang jadi mitra apartemen per tanggal habis masa berlaku kartu. Bila sudah kedaluwarsa, maka kartu parkir tidak bisa dipakai untuk masuk ke gedung apartemen.

Masih wajar

Untuk biaya pemeliharaan gedung, Equita mengungkapkan, tiap tahun mengalami kenaikan. Hanya, dia lupa berapa persisnya tapi angka kenaikannya ratusan ribu rupiah. “Dan, setiap kenaikan tidak ada info lebih dulu,” ujarnya yang sudah menghuni apartemen tersebut selama dua tahun.

Meski kalau ditotal biaya pemeliharaan mencapai Rp 1,1 juta per bulan, Equita merasa nilainya masih wajar. Soalnya, apartemen memberi banyak keuntungan buatnya, terutama dekat dengan tempat usahanya dan pusat kota.

“Biaya bulanannya memang lebih mahal dari perumahan, tapi juga sudah termasuk fasilitas seperti sport club,” ujar Equita. Tambah lagi, mengurus unit apartemen lebih mudah dibanding rumah.

Tentu, semakin tinggi kelas apartemen, semakin tinggi pula biaya pemeliharaan gedungnya. Misalnya, maintenance fee di sebuah apartemen yang berlokasi di wilayah Pluit, Jakarta Utara.

Stefanie, penghuni hunian pencakar langit ini menghabiskan duit untuk tetek bengek biaya bulanan itu sedikitnya total Rp 1,9 juta per bulan. Perinciannya: biaya pemeliharaan gedung minimal Rp 500.000, listrik dan air paling sedikit Rp 500.000, parkir dua mobil Rp 800.000, plus iuran rukun tetangga (RT) Rp 100.000.

Semua biaya itu disetorkan ke pengembang paling lambat sebelum tanggal 15 setiap bulan. Untuk parkir, batas akhir pembayaran tiap tanggal 5.

Yang selalu mengalami kenaikan setiap tahun adalah biaya parkir. Besaran kenaikannya sekitar 10% dan tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu.

“Biaya parkir ini tidak wajar, mengingat tempat parkir yang disediakan tidak memadai. Kami yang berlangganan justru tidak diutamakan mendapatkan parkir,” keluh Stefani yang sudah empat tahun jadi penghuni apartemen di Pluit itu.

Walaupun begitu, perempuan 25 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai konsultan komunikasi bilang, tinggal di apartemen lebih banyak untungnya dibandingkan dengan di perumahan. “Praktis dan lokasinya strategis,” kata Stefani.

Lebih murah

Jelas, biaya bulanan tinggal di perumahan jauh lebih murah ketimbang di apartemen. Maklum, komponen biayanya tidak banyak.

Terlebih, tidak ada biaya parkir. Tak heran, Morinna Natalia yang tinggal di Villa Tangerang Regency hanya membayar iuran lingkungan Rp 60.000 per bulan.

Iuran sebesar itu untuk keamanan, sampah, serta kas RT dan RW. “Yang mengelola pengurus RT dan RW,” kata perempuan 51 tahun yang sudah tinggal di perumahan di area Pasar Kemis, Tangerang, ini.

Menurut Morinna yang punya rumah tipe 45/120, hampir setiap tahun iuran lingkungan di perumahannya naik. Tahun lalu, besaran iuran itu hanya Rp 40.000 per bulan.

Untuk biaya listrik dan air, Morinna membayar langsung ke PLN dan PDAM tanpa melalui pengurus RT atau RW. Untuk air, biaya langganannya sekitar Rp 100.000 per bulan.

Pungutan lingkungan Agus Budiantoro yang tinggal di Sunrise Garden Bukit Putra lebih besar ketimbang Morinna. Pria 50 tahun ini saban bulan membayar iuran lingkungan
Rp 75.000 untuk keamanan, sampah, dan kas RT.

Tiap tahun nyaris ada kenaikan besaran iuran lingkungan di perumahan Agus yang berada di daerah Bogor. Tapi, keputusan kenaikan dan besarannya tergantung dari musyawarah dan mufakat warga.

Biasanya, angka kenaikan iuran sekitar 10%. “Hanya, jika memang tidak mendesak, tak sampai ada kenaikan tiap tahun,” ujar karyawan swasta yang sudah menetap selama 10 tahun di Sunrise Garden Bukit Putra.

Untuk urusan air, Agus yang memiliki rumah di atas tanah seluas 60 m² menggunakan air tanah. Alhasil, biaya bulanan lainnya hanya listrik.

Sudah barang tentu, iuran lingkungan semakin mahal jika Anda tinggal di perumahan mewah. Contoh, Alam Sutera. Saban bulan, Deta Varyani yang tinggal di perumahan yang terletak di daerah Serpong, Tangerang Selatan itu harus membayar iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) Rp 300.000.

Iuran ini mencakup keamanan serta pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan. Pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan, misalnya, perbaikan jalan lingkungan dan tembok pembatas, perawatan saluran pembuangan air bersih dan lampu penerangan jalan, pengangkutan sampah rumahtangga.

Meski komponen IPL di perumahan mewah mirip dengan maintenance fee apartemen, biayanya masih lebih murah. Alam Sutera memiliki Divisi Estate Management yang juga melayani pembayaran IPL dan iuran bulanan air bersih.

Untuk iuran bulanan air bersih, Deta kudu merogoh kantong kurang dari Rp 200.000 sebulan. “Saya bayar setiap bulan ke pengembang termasuk IPL paling lambat sebelum tanggal 20,” kata wiraswasta yang tinggal di Alam Sutera sejak 2004 silam.

IPL di Alam Sutera, Deta mengungkapkan, hampir setiap tahun naik. Besaran kenaikannya berbeda-beda tiap tahun. Yang jelas, waktu pertama kali dia tinggal di perumahan ini tahun 2004, iuran lingkungannya baru sekitar Rp 140.000.

Selain IPL dan iuran bulanan air bersih, mendekati Lebaran, Deta juga ditarik uang sukarela oleh pengurus RT dan RW. Uang ini untuk tunjangan hari raya (THR) petugas keamanan dan kebersihan kluster.

Sedang Dyan Ananda yang menghuni perumahan mewah Grand Taruma setiap enam bulan sekali mesti membayar IPL sebesar Rp 1,47 juta atau sekitar Rp 245.000 sebulan.

Selain itu, tiap bulan dokter berusia 33 tahun ini harus membayar iuran bulanan air bersih yang besarannya tergantung dari penggunaan. Harga air bersih di perumahan yang ada di wilayah Karawang Barat ini Rp 7.000 per meter kubik.

Pembayaran IPL dan iuran bulanan air bersih di Grand Taruma langsung ke pengembang lewat Divisi Estate Management. “Selama dua tahun saya tinggal di sini belum ada kenaikan iuran,” kata Dyan, pemilik rumah tipe 90/126 ini.

Jadi, biaya tinggal di apartemen masih lebih mahal dari perumahan. Biaya ini juga bisa jadi pertimbangan Anda dalam membeli apartemen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru