Mengamankan rencana saat dollar AS kian mahal

Rabu, 14 Januari 2015 | 13:05 WIB   Reporter: Ruisa Khoiriyah
Mengamankan rencana saat dollar AS kian mahal

ILUSTRASI. Profil Toji Fushiguro di Anime Jujutsu Kaisen, Dijuluki Sebagai Sorcerer Killer


Keperkasaan dollar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun lalu berlanjut hingga kalender berganti menjadi tahun 2015. Tengok saja, indeks dollar AS, yang mengukur bobot the greenback versus mata uang utama dunia, terus melejit tinggi. Sampai Rabu (7/1), indeks dollar di pasar spot AS menembus posisi 91,82. Level itu merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Kebanyakan valuta di dunia terkapar melawan dollar AS. Tak terkecuali, mata uang Garuda, yaitu rupiah. Sepanjang 2013 sampai 2014 tutup buku, nilai tukar rupiah versus the greenback menurut  Bank Indonesia (BI) melemah hampir 28%. Tekanan terhadap rupiah semakin kuat jelang akhir tahun lalu, di mana nilai tukar rupiah nyaris menembus Rp 13.000 per dollar AS.

Tahun 2015, dominasi dollar AS diperkirakan masih tetap kuat menekan rupiah. Rencana kenaikan bunga The Federal Reserves, bank sentral AS, yang sudah menjadi spekulasi pasar sejak tahun lalu akan tetap menjadi pendulum yang mengayun kekuatan otot the greenback melawan valuta lain di dunia, termasuk rupiah.

Di sisi lain, kondisi makroekonomi domestik juga masih rentan. Neraca berjalan masih defisit, pengetatan moneter kian memperlambat laju ekonomi, komitmen pemerintah baru menggenjot pembangunan infrastruktur masih menjadi pertanyaan. Alhasil, otot rupiah tahun ini sulit diharapkan menguat kembali seperti kisaran awal 2013 silam.

Banyak analis memprediksi, kisaran nilai tukar rupiah akan bergerak antara Rp 12.000–Rp 12.700 per dollar AS. Dalam perubahan Anggaran dan Belanja Negara  (APBN-P), pemerintah memakai asumsi kurs dollar AS senilai Rp 12.200. Dengan kata lain, rupiah sulit untuk kembali ke kisaran Rp 11.000, apalagi Rp 9.000, seperti beberapa tahun lalu.

Bagi Anda yang memiliki simpanan dana atau penghasilan dalam dollar AS, kejatuhan nilai tukar rupiah bisa jadi menjadi berkah besar. Sebaliknya, bagi Anda yang memiliki kebutuhan dana dalam dollar AS, harga the greenback yang makin mahal jelas bikin kepala pusing. Tanpa langkah antisipasi yang jelas, kebutuhan dollar AS Anda berisiko tidak terpenuhi dengan semestinya. Misalnya, untuk biaya sekolah anak di luar negeri, biaya naik haji atau ziarah rohani ke mancanegara, biaya liburan ke negeri orang, dan lain sebagainya.

Para perencana keuangan menilai, mempersiapkan kebutuhan dana dalam dollar AS sejatinya tidak terlalu berbeda dengan kebutuhan dalam rupiah. Anda perlu menghitung berbagai variabel yang memengaruhi target. Misalnya, asumsi inflasi, target besar dana, target waktu pemakaian dana, jangka waktu investasi yang tersisa, juga asumsi imbal hasil investasi dana di instrumen pilihan.

Horizon investasi
Nah, hal yang membedakan antara menyiapkan kebutuhan dana dalam rupiah dengan dollar AS, menurut perencana keuangan TGRM Financial Services Taufik Gumulya, adalah, Anda harus juga memperhatikan perkembangan makroekonomi Negeri Uwak Sam sebagai empunya mata uang.

Beberapa isu yang memengaruhi pergerakan dollar AS, ujar Taufik, antara lain data pengangguran AS, tingkat bunga dan inflasi, dan harga minyak. Di sisi lain, karena yang dilihat kelak adalah nilai tukar dollar AS versus rupiah, memperhatikan perkembangan makroekonomi domestik juga sama penting ketika menyiapkan kebutuhan dollar AS.

Upaya memahami tren USD/IDR mau tidak mau harus Anda lakukan agar strategi pemenuhan kebutuhan dana valas bisa berjalan lancar.

Taufik memberikan contoh, dari data yang dia miliki, selain melemah sepanjang 2014, nilai tukar rupiah versus dollar AS pada tahun 2013 sudah terde-presiasi sekitar 24,65%. Apabila ditarik lebih panjang, pelemahannya sudah terjadi sejak 2011 (lihat grafik). “Itu berarti bila kita butuh dollar AS kurang dari 3 tahun lagi, portofolio investasi yang ada sekarang lebih baik  kita pindah ke dollar AS,” jelas Taufik.

Namun, bagaimana jika kita tidak cukup punya waktu dan energi memperhatikan tren dollar AS? Budi Raharjo, perencana keuangan OneShildt Financial Planning, berpendapat, dalam ketidakpahaman kita melihat fluktuasi nilai dollar AS, lebih baik mengoptimalkan investasi dengan strategi dollar cost averaging (DCA).

DCA adalah strategi berinvestasi rutin tanpa memperhatikan fluktuasi pasar dengan tujuan bisa mendapatkan harga rata-rata pembelian yang rendah. “Cara itu juga bisa menghindarkan kita dari kepanikan menghadapi dinamika pasar,” kata dia.

Budi juga menyarankan, untuk tujuan keuangan berupa dana dalam dollar AS, lebih baik pengumpulannya juga langsung dalam dollar AS.  “Agar  kita terhindar dari risiko perubahan nilai tukar di masa datang ketika dana itu kita butuhkan,” jelas dia.

Adapun, Taufik menilai, pilihan jenis instrumen akan sangat bergantung pada horizon investasi. Untuk tujuan keuangan dalam dollar AS di atas 5 tahun, Taufik menyarankan memakai reksadana saham rupiah.

Perencana keuangan Tatadana Consulting Diana Sandjaja menyarankan hal serupa. “Pasalnya, return reksadana saham dalam rupiah masih lebih tinggi ketimbang inflasi dollar AS,” kata dia.

Reksadana saham dalam rupiah mampu mencetak return setahun hingga kisaran 40%, pada tahun 2014. Sedangkan, imbal hasil equity mutual fund berdenominasi dollar AS masih di bawah 20%. Di sisi lain, inflasi atau kenaikan nilai kurs dollar AS dalam rupiah tahun lalu sekitar 2%.

Nah, apa saja langkah-langkah lebih jelas yang harus kita tempuh dalam menyiapkan kebutuhan dana dalam dollar AS? Mari menyimak saran para perencana keuangan berikut ini:
 

Buat rencana
Perencanaan kebutuhan dana dalam dollar AS sama saja dengan rupiah. Anda harus memastikan besar kebutuhan dana, kapan pemakaiannya, dan pilihan instrumen untuk mewujudkan target dana tersebut. Ambil contoh, kebutuhan dana liburan ke luar negeri 5 tahun lagi sebanyak US$ 4.000.

Kebutuhan dana itu bisa Anda dapatkan melalui investasi di produk reksadana campuran berbasis dollar AS dengan imbal hasil 15% per tahun sebanyak US$ 45 per bulan, memakai strategi dollar cost averaging.

Bisa juga dengan metode lumpsump atau berinvestasi sekaligus atau di waktu-waktu tertentu memanfaatkan momentum pasar, senilai US$ 516 per tahun selama 5 tahun.
 

Pilihan produk
Apabila target pemakaian dana masih di bawah 3 tahun, Taufik menyarankan reksadana dollar AS berjenis fixed income atau terproteksi. Sedang untuk rencana keuangan jangka menengah antara 3 tahun hingga 5 tahun, pilihlah reksadana dollar AS berjenis balanced fund. “Kalau untuk jangka panjang, pakai reksadana saham berbasis rupiah saja,” imbuh Taufik.

Kekurangan dari memakai reksadana berbasis dollar AS adalah pilihannya relatif sedikit di pasar domestik saat ini. Menurut catatan Taufik, sekarang ini baru ada 36 reksadana berbasis dollar AS. Sebanyak 18 di antaranya berjenis fixed income fund, lalu 11 reksadana terproteksi, 4 reksadana campuran, dan 3 reksadana saham.

Sedangkan, deposito dollar AS di perbankan hanya menawarkan bunga rata-rata di bawah 2%. Di beberapa bank, masih ada yang menawarkan bunga hingga 2,75% untuk tenor pendek.

Adapun, menaruh langsung di obligasi dollar AS, modalnya tidak sedikit dan kebanyakan menyasar investor berduit tebal alias high networth individuals alih-alih ritel. Begitu juga bila memilih saham dalam dollar AS  (offshore) sebagai kendaraan investasi. Kalau Anda tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang pasar mancanegara dan waktu yang memadai untuk bertransaksi saham di pasar offshore, pilihan ini akan lebih berisiko.

Maka itu, para perencana keuangan cenderung merekomendasikan reksadana domestik sebagai pilihan. Walau begitu, Anda tetap harus cermat memilih reksadana berbasis dollar AS.

Memilih reksadana dollar AS di mana underlying asset-nya didominasi aset dollar AS bisa meminimalisasi risiko fluktuasi USD/IDR. Kalaupun memilih reksadana saham, pastikan saham rupiah yang menjadi aset dasar mayoritas memiliki kinerja ciamik agar bisa mengerek return sekaligus mengompensasi risiko nilai tukar.
 

Waktu konversi
Perencana keuangan menyarankan, untuk menekan risiko nilai tukar, Anda perlu memberi jeda antara waktu pengumpulan dana dengan target waktu pemakaian dana. Ini terutama ketika Anda memilih membiakkan dana untuk kebutuhan dollar AS dalam instrumen rupiah.

Contoh, kebutuhan dana sekolah anak Anda di luar negeri sekitar US$ 50.000, 10 tahun lagi. Memakai asumsi kurs dollar AS setara Rp 12.600, maka kebutuhan dana sekolah anak ini mencapai Rp 625 juta. Bila membiakkan dana di reksadana saham rupiah dengan asumsi imbal hasil 25% per tahun, Anda perlu menyisihkan Rp 1,54 juta per bulan selama 9 tahun. Jeda waktu setahun sebelum target penggunaan penting dilakukan agar risiko fluktuasi kurs bisa lebih terkendali. “Kita jadi lebih leluasa menentukan waktu penukaran uang,” imbuh Diana.

Ketika dana terkumpul, Anda bisa langsung mengamankannya di deposito dollar AS. Sebagai catatan, pemakaian asumsi nilai tukar juga perlu menimbang histori USD/IDR. Akan lebih baik lagi jika memakai skenario konservatif. Misalnya, prediksi para ekonom, kurs USD/IDR 10 tahun mendatang sekitar Rp 10.000 per dollar AS. Untuk hitungan lebih aman, pakailah asumsi kurs lebih mahal dari angka tersebut. Alhasil, kelak bila asumsi para pakar tepat, Anda punya keuntungan dari konversi valas. Jadi, Anda bisa leluasa memanfaatkannya sebagai tambahan dana.

Untuk asumsi, Anda juga bisa memakai data historis. Sebagai gambaran, berdasar data Bloomberg, kurs USD/IDR rata-rata 9.814 dalam 10 tahun terakhir, sedangkan 7 tahun ini. sekitar 9.995. Lalu, selama 5 tahun belakangan, nilainya 9.991 dan 3 tahun ini, 10.758.

Dengan perencanaan matang, fluktuasi dollar AS bukan lagi momok yang perlu ditakuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can

Terbaru