Kejarlah ilmu ke seberang, keluarga tetap nyaman

Senin, 15 Desember 2014 | 16:30 WIB   Reporter: Agung Jatmiko, Ruisa Khoiriyah
Kejarlah ilmu ke seberang, keluarga tetap nyaman

ILUSTRASI. Manfaat melinjo untuk kesehatan.


Kejarlah ilmu sampai ke negeri China. Demikian ungkapan lawas yang sering kita dengar. Menuntut ilmu seyogianya memang tidak dibatasi ruang geografis. Di zaman teknologi serba canggih ini, menuntut ilmu hingga ke seberang benua kian lazim.

Tawaran beasiswa ke mancanegara pun bejibun mendatangi orang Indonesia. Tawaran beasiswa ke luar negeri itu terutama datang untuk studi pascasarjana dan doktoral.
Ada yang rutin ditawarkan setiap tahun, seperti beasiswa Fulbright Amerika Serikat, Chevening Inggris, Monbusho Jepang, STUNED Belanda, dan lain sebagainya. Ada juga beasiswa yang menyasar profesi tertentu, seperti Nieman Fellowship yang menyasar kalangan jurnalis.

Mendapatkan beasiswa ke negeri orang boleh jadi merupakan mimpi yang diidam-idamkan banyak orang. Walau begitu, antisipasi terhadap berbagai konsekuensi yang timbul karena rezeki beasiswa tetap harus ada. Terlebih jika kondisi Anda saat ini bukan lagi lajang.

Meninggalkan keluarga untuk studi ke luar negeri dalam jangka waktu lama, bagi banyak orang Indonesia, akan terasa terlalu berat dijalani. Sebut saja Ninok, pekerja swasta di Jakarta Selatan yang mendapat beasiswa ke Australia. Ninok memutuskan memboyong keluarga ke negeri Kanguru setidaknya selama 2 tahun–3 tahun.

Selain karena enggan berpisah jauh dengan keluarga, Ninok juga ingin anak dan suaminya turut mendapatkan pengalaman hidup di negeri orang.  Pertimbangan lain diungkap Aditya, freelance di Jakarta Barat, mengikuti istrinya bersekolah di Inggris. “Kami baru menikah waktu itu, masa pisah?” cerita Aditya.

Selain ingin menjajal pengalaman hidup bersama di negeri asing, waktu studi yang lama acapkali menjadi alasan utama para penerima beasiswa memboyong keluarga turut serta.
Namun, ada pula yang memutuskan tidak membawa keluarga turut serta dalam masa studi di luar negeri. “Waktu studi tidak terlalu lama,” ujar Hasnul, seorang pegawai negeri sipil di Jakarta Selatan, yang menerima beasiswa ke Inggris.

Timbang matang
Diana Sandjaja, perencana keuangan Tatadana Consulting, berpendapat, sebelum memutuskan memboyong keluarga atau tidak, ada beberapa hal yang perlu Anda timbang.
Pertama, jangka waktu studi dengan beasiswa. Bila waktu studi hanya sebentar, berpisah sementara mungkin bukan persoalan berarti. Jika sebaliknya, membawa keluarga ikut mungkin bisa membantu kenyamanan Anda menjalankan studi sehingga sekolah lancar. Nah, bila sudah memiliki anak, pertimbangkan beban adaptasi bagi mereka, termasuk masalah sekolah anak.

Kedua, kewajiban yang melekati pemberian beasiswa. Beasiswa lazim mensyaratkan standar nilai tertentu yang harus dicapai selama studi. Aneka target studi itu tentu menguras konsentrasi, waktu, dan energi. Jangan sampai keputusan membawa keluarga malah membuat Anda kurang konsentrasi dan berisiko kehilangan beasiswa.

Ketiga, nilai uang yang diterima dari beasiswa. Beberapa beasiswa memberi jatah uang sejumlah tertentu setiap bulan selama hak beasiswa disandang. Anda perlu menghitung detail apakah dana tersebut mencukupi menanggung Anda dan keluarga, dengan standar hidup di negeri asing.

Keempat, risiko bagi pasangan dan anak. Kalau pasangan Anda saat ini bekerja, pilihan unpaid leave bisa diambil selama menemani Anda ke luar negeri. Namun, cuti di luar tanggungan sekian tahun tetap ada konsekuensi. Di beberapa tempat, pemberi kerja meminta si pekerja membayar di muka dana pensiun dan utang Anda.

Mike Rini, perencana keuangan dan Chief Executive Officer MRE Financial & Business Advisor, berujar, keputusan membawa keluarga atau tidak itu perlu juga menimbang sejauh mana persiapan dari sisi kocek yang sudah dilakukan sejauh ini. Biasanya jeda antara pengumuman beasiswa dengan waktu keberangkatan tidak terlalu lama, di bawah setahun. “Kalau persiapan terlalu singkat, malah keteteran nanti,” kata dia.

Maka itu, lebih baik ketika mendaftar beasiswa, Anda juga memulai menyiapkan berbagai hal dengan asumsi kelak membawa serta keluarga. Misalnya, menyiapkan dua tahun sebelum mengajukan beasiswa. “Hidup di negeri asing bersama keluarga butuh kesiapan keuangan kokoh agar tidak terlunta-lunta di negeri orang,” imbuh Diana.

Intinya, persoalan baru muncul ketika aplikasi beasiswa disetujui. Nah, apa yang perlu kita siapkan agar studi di negeri asing lancar dan kehidupan keluarga juga tetap nyaman? Simak beberapa saran para financial planner berikut:

Hitung kebutuhan
Hal utama yang perlu Anda siapkan, menurut Budi Raharjo, perencana keuangan OneShildt Financial Planning, pengamanan dana kebutuhan pokok, yaitu pangan dan papan.
Anda bisa lebih dulu meriset kisaran biaya sewa rumah atau flat di negara tujuan, baik dari internet maupun pengalaman kolega. Selain biaya sewa, ketahui pula biaya operasional seperti listrik, gas, pulsa telepon, transportasi, dan lain-lain.

Di negeri empat musim, kebutuhan listrik dan gas kemungkinan meningkat terutama ketika musim dingin. Transportasi juga bisa menguras kocek terlebih jika jarak kampus dan rumah jauh. Mike berpendapat, Anda bisa memakai kalkulasi kebutuhan bulanan saat ini lalu mengonversikan ke mata uang negara tujuan.

Pastikan Anda mengetahui benar kisaran harga sewa rumah di tempat tujuan. Di beberapa negara, sewa tempat tinggal terbilang mahal. Pengalaman Aditya di London, Inggris, biaya sewa rumah mencapai £ 800 per bulan, memakan setengah dari total biaya hidup di sana dalam sebulan.

Nah, selain pengeluaran pangan dan transportasi, jangan lupa pula mengestimasi kebutuhan biaya sekolah anak jika anak Anda sudah masuk usia sekolah. “Sebagai awalan hidup di sana, Anda perlu siapkan dana darurat sekitar dua kali lipat dari biaya yang harus Anda keluarkan setiap bulan,” imbuh Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting.

Setelah Anda ketahui angka kebutuhan hidup di sana, bandingkan dengan dana dari beasiswa. Bila masih kurang, Anda bisa memakai dana darurat sebagai tambahan sementara.
Supaya tabungan yang sudah Anda kumpulkan selama ini tidak amblas begitu saja, pertimbangkan bekerja untuk menambah pemasukan. Kalau Anda sebagai mahasiswa kesulitan mencari waktu bekerja, pasangan Anda bisa diberdayakan untuk mencari dana tambahan.

Siapkan tambahan

Setelah kebutuhan biaya hidup pokok sudah Anda ketahui, jangan lupa membuat perencanaan dana tambahan. Dana tambahan ini penting untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti dana beasiswa telat turun, kebutuhan mendadak, dan sebagainya.

Bekerja bisa menjadi salah satu pilihan. Aditya mengaku sempat bekerja paro waktu di restoran untuk menomboki kebutuhan biaya hidup di London. “Kalau tidak bekerja, ya, berat,” kata dia.

Banyak juga pasangan si penerima beasiswa yang bekerja sebagai cleaning service, sopir, juga pelayan restoran demi membantu menambah duit dapur. Eko menilai, banyak pilihan pekerjaan yang bisa dijajaki untuk menambah pemasukan.  Misalnya, kontributor media, tour guide wisatawan asal Indonesia, atau bisa juga membuka katering khusus masakan Indonesia. “Banyak berkumpul dengan komunitas orang Indonesia di sana agar bisa mencium peluang,” kata Diana.

Namun, Mike mengingatkan, lebih baik Anda memilih pekerjaan yang tidak memakan banyak waktu. Apalagi, bila demi waktu bekerja tersebut sampai mesti menitipkan anak ke daycare. Maklum, tarif penitipan anak di luar negeri biasanya cukup mahal.

Strategi berhemat
Meski Anda mendapatkan jatah dollar dari funding dan mungkin pemasukan tambahan dari pekerjaan paruh waktu, hidup berlebihan di negeri asing tidak disarankan oleh perencana keuangan. Anda bisa menerapkan strategi berhemat sama halnya ketika di Indonesia.
Misalnya, memasak setiap hari agar tak perlu membeli makan ketika berada di luar rumah. Pilih transportasi publik yang murah meriah alih-alih memakai taksi.
Selalu mematikan peralatan listrik yang sudah tidak dipakai, berbelanja di grocery market yang dikenal murah, mendatangi toko barang bekas, mencari barang di event atau toko-toko yang penjualannya ditujukan untuk kegiatan amal, dan lain sebagainya. Syukur-syukur, dari upaya berhemat itu, Anda bisa membawa tabungan dollar ketika pulang kelak.

Cuti investasi
Ketika memutuskan menjalankan hidup baru di negeri orang, bagaimana nasib berbagai tujuan keuangan yang sudah berjalan selama ini?
Diana berpendapat, tidak masalah apabila Anda menunda investasi rutin Anda saat ini. Maklum, kondisi penghasilan tengah tidak normal. “Tapi, jangan lupa mengkaji kembali begitu kembali ke Indonesia dan melanjutkannya lagi,” tegas dia.

Adapun, Mike mengingatkan, Anda tak perlu tergoda menarik dana investasi yang sudah Anda kumpulkan untuk sebuah tujuan keuangan. Misalnya, dana di reksadana saham yang Anda peruntukkan buat dana pendidikan anak. “Tidak sepadan bila sampai ditarik hanya demi studi yang memakan waktu singkat,” kata dia.
Kalaupun sampai harus mengorbankan tujuan keuangan karena membutuhkan biaya tambahan di mancanegara, pilihlah yang paling pendek. Misalnya, dana tujuan keuangan liburan keluarga, tahun depan.

Di sisi lain, kepergian Anda sekeluarga ke luar negeri sejatinya bisa tetap produktif dari sisi finansial. Salah satunya adalah tentang rumah yang Anda tinggalkan sementara. Mengapa tidak mencoba menawarkan rumah Anda kepada penyewa?

Dengan disewakan, rumah Anda akan tetap terhuni. Memang, ada risiko terjadi kerusakan akibat disewakan. Namun, meninggalkan rumah dalam kondisi kosong juga menyodorkan risiko serupa.

Dus, dengan risiko relatif sama, akan lebih baik bila Anda kapitalisasi rumah kosong Anda dengan menyewakannya. Jangan segan mempekerjakan orang kepercayaan sebagai pengawas selama rumah Anda dikontrakkan.

Asalkan persiapan matang, hidup Anda sekeluarga akan nyaman di negeri orang. Kalau pun kurang ideal, syukuri saja. Banyak  orang lain yang tidak seberuntung Anda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can

Terbaru