Jujurlah pada pasangan dalam hal keuangan

Minggu, 21 Februari 2016 | 18:15 WIB   Reporter: Harris Hadinata
Jujurlah pada pasangan dalam hal keuangan


JAKARTA. Kalau belakangan Anda merasa banyak orang di sekitar Anda yang bercerai, jangan heran. Menurut Tatadana Consulting, dalam lima tahun terakhir, kasus perceraian meningkat sekitar 52%.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab utama perceraian. Perselingkuhan adalah penyebab perceraian kedua terbanyak di Indonesia, diikuti di posisi ketiga masalah ketidakharmonisan dalam keluarga, misalnya akibat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Apa penyebab perceraian nomor satu di Indonesia? Ternyata, jawabannya adalah soal uang! Mulai dari gara-gara suami tidak bisa memberi nafkah, pasangan tidak jujur dalam hal keuangan, hingga tidak adanya koordinasi yang baik antara suami dan istri soal finansial. Dalam banyak kasus, yang menggugat cerai adalah istri.

Direktur Tatadana Consulting Tejasari mengungkapkan, risiko perceraian yang diakibatkan oleh masalah uang sejatinya bisa diminimalisir. "Caranya, pasangan harus terbuka satu sama lain," ungkapnya saat ditemui KONTAN usai talkshow perencanaan keuangan di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Minggu (21/2).

Ada beberapa hal yang perlu didiskusikan dan ditegaskan oleh suami dan istri, terkait masalah uang dan harta dalam pernikahan.

Pertama, masalah siapa pemilik suatu aset atau harta. Bila aset tersebut sudah dimiliki oleh salah satu pihak, baik suami atau istri, sejak sebelum menikah, maka aset tersebut tentu otomatis tetap jadi milik mereka. Hal ini sebaiknya dipertegas dalam perjanjian pranikah.

Bagaimana dengan aset yang dimiliki sesudah menikah? Kalau tidak ingin ada masalah di kemudian hari, terutama bila terjadi perceraian, sebaiknya suami dan istri punya catatan pengeluaran. "Catat setiap kali suami atau istri melakukan pengeluaran untuk bersama," kata Teja, panggilan akrab Tejasari.

Ambil contoh, setelah menikah, suami dan istri sama-sama mencicil KPR. Catatlah berapa kontribusi pembayaran cicilan masing-masing setiap bulannya. Atau ketika si istri berkontribusi dana dalam renovasi rumah milik suami yang ditinggali bersama, pengeluaran tersebut bisa dicatat.

Istri dan suami bisa mencatatkan pembagian kontribusi tersebut secara hukum dalam postnuptial agreement. Perjanjian ini nantinya akan jadi dasar pembagian harta ketika terjadi perceraian.

Kedua, sebaiknya suami dan istri saling terbuka soal pendapatan masing-masing. Selain bisa menjaga kepercayaan pasangan, dengan mengetahui pendapatan masing-masing, suami dan istri bisa lebih mudah menyusun perencanaan keuangan keluarga. Tentu saja, baik suami maupun istri berhak meminta bagian dari pendapatan masing-masing untuk dipakai sendiri.

Ketiga, sebaiknya suami dan istri mengetahui investasi dan proteksi yang dimiliki pasangannya. Dengan demikian, bila terjadi hal yang tidak diinginkan pada salah satu pihak, maka pihak lainnya bisa mengurus investasi tersebut.

Keempat, beritahukan pasangan bila memiliki utang. Banyak kasus terjadi di mana si istri tidak tahu suami memiliki utang. Saat suami meninggal, istri baru tahu lantaran dikejar-kejar penagih utang.

Jadi, jujurlah pada pasangan Anda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata

Terbaru