Jangan sekadar investasi tapi lupa evaluasi

Senin, 26 Januari 2015 | 13:18 WIB   Reporter: Maria Elga Ratri, Ruisa Khoiriyah
Jangan sekadar investasi tapi lupa evaluasi

ILUSTRASI. KONTAN/Carolus Agus Waluyo/07/06/2023.


JAKARTA. Januari 2015 baru berjalan beberapa pekan. Meneruskan tradisi tahunan, selain  menyusun resolusi tahun baru, satu agenda yang juga perlu dilakuan adalah mengevaluasi target-target yang telah dicanangkan di waktu lalu.

Salah satu yang terpenting adalah menggelar evaluasi tujuan keuangan yang telah kita canangkan. Maklum, tujuan keuangan menyangkut nasib masa depan keuangan keluarga. Idealnya, evaluasi dilakukan sebelum tahun berganti. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan? Bila saat ini Anda belum melakukan, mumpung hawa tahun baru masih hangat, saatnya kini menyisihkan waktu menengok perkembangan hasil investasi. “Evaluasi penting kita lakukan untuk mengetahui sudah sejauh mana langkah kita dalam mewujudkan sebuah rencana,” ujar Sari Insaniwati, perencana keuangan MRE Financial & Business Advisory.

Dengan langkah evaluasi, kita bisa melihat apakah ada strategi yang perlu diperbaiki bahkan mungkin diubah. Taufik Gumulya, perencana keuangan TGRM Financial Services, berujar, investor wajib memonitor kinerja produk investasi yang dia miliki secara berkala. Untuk target dana di bawah setahun, monitoring wajib dilakukan setiap bulan. Sedang untuk target dana kurang dari 3 tahun, minimal harus dimonitor setiap 6 bulan.

Adapun, target dana di atas 3 tahun, setidaknya evaluasi kinerja dilakukan tahun sekali. “Itu bila kondisi ekonomi stabil, tidak ada perubahan fundamental,” kata dia. Bila kondisi tidak stabil, frekuensi monitoring perlu ditingkatkan agar bisa lebih sigap memutuskan strategi terbaik.

Evaluasi lengkap
Nah, sebelum beranjak meneliti satu per satu kinerja investasi, para perencana keuangan menyarankan agar Anda terlebih dulu mengevaluasi kondisi kesehatan kocek menyeluruh.

Pasalnya, sebuah tujuan keuangan hanya mungkin  tercapai dalam kondisi kocek yang sehat. Contoh kecil, Anda tidak disarankan tetap berkeras berinvestasi apabila tidak memiliki dana darurat sama sekali atau memiliki beban utang melampaui batas maksimal.

Maka itu, penilaian kondisi keuangan menyeluruh harus Anda tempuh dahulu. Aakar Abyasa Fidzuno, Senior Financial Executor dan perencana keuangan Zeus Consulting, berujar, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk itu.

Pertama, perbarui kondisi networth atau kekayaan bersih dan neraca keuangan ke posisi terbaru. Anda perlu memperbarui data kekayaan terkini mulai dari aset likuid, aset investasi, aset guna, juga daftar kewajiban alias utang untuk mengetahui besar kekayaan bersih. Kedua, lakukan pengecekan ulang saldo-saldo di rekening investasi, cek ulang status gaji dan bonus atau penghasilan di luar pendapatan rutin. Ketiga, teliti ulang pengeluaran dalam 3 bulan terakhir. Kondisi arus kas apakah surplus atau defisit serta apa pemicunya.

Dari pengecekan itu, bisa terlihat sejauh mana tingkat kesehatan kocek Anda. Beberapa rasio yang biasa dipakai dalam financial check-up antara lain, rasio likuiditas yang mengukur ketersediaan dana darurat. Jumlah ideal untuk pasangan menikah tanpa  anak adalah sebesar 6 kali pengeluaran bulanan. Lalu, rasio tabungan, untuk melihat kemampuan penyisihan pendapatan untuk ditabung. Angkanya didapatkan dari nilai surplus bulanan dibagi pendapatan bulanan. Angka ideal, minimal 10%.

Ada pula rasio cicilan utang, menunjukkan porsi pendapatan yang menjadi cicilan utang. Angka ideal adalah di bawah 35% pendapatan bulanan. Kemudian, rasio aset investasi untuk mengukur porsi aset investasi terhadap kekayaan bersih. Semakin besar angkanya, akan semakin baik.

Kemudian, rasio solvabilitas untuk mengukur nilai kekayaan sesungguhnya terhadap total aset yang Anda miliki. Minimal nilainya 35% dari total aset.

Nah, setelah mengetahui kondisi kesehatan kocek menyeluruh, Anda bisa menyimpulkan bagaimana kualitas kesehatan kocek Anda. Kalau benar sehat, kini saatnya mengevaluasi kinerja produk investasi di setiap tujuan keuangan. Apa saja langkahnya? Berikut saran dan tip dari perencana keuangan:

Bandingkan dulu
Daftarlah seluruh rencana keuangan Anda dan evaluasi setiap produk investasi yang Anda gunakan dan cek saldo investasinya untuk mengetahui pertumbuhan return setahun terakhir. “Bandingkan return-nya dengan produk sejenis di pasar, apakah sebanding atau sebaliknya?” ujar Aakar.
Anda bisa mendapatkan informasi perbandingan antar produk itu di situs www.kontan.co.id atau Infovesta dan Bloomberg. Selain membandingkan dengan produk sejenis, perlu juga mengukur dengan benchmark. Misalnya, bila produk berbasis saham, maka acuannya adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Yang juga penting adalah memeriksa apakah capaian return sudah sesuai dengan target yang Anda asumsikan dalam hitungan awal. Misalkan, untuk target dana sekolah anak senilai Rp 120 juta, Anda mengasumsikan bisa tercapai dalam 7 tahun melalui investasi rutin per bulan Rp 526.429 di produk yang Anda asumsikan memberi imbal hasil 25% per tahun.

Bila produk investasinya adalah reksadana, Anda cukup menghitung nilai aktiva bersih (NAB) terakhir dikurangi NAB pembelian, lalu bagi angkanya dengan NAB pembelian dikalikan 100%.

Buat keputusan
Lantas, bagaimana bila asumsi hitungan awal dalam tujuan keuangan tidak tercapai? Prita Ghozie, perencana keuangan dan CEO ZAP Finance, menyarankan, apabila rata-rata return investasi di bawah benchmark, langkah switching atau mengalihkan investasi ke keranjang lain bisa Anda tempuh. “Tapi, jika return pasar memang di bawah target kita, teruskan saja,” kata dia.

Karena, itu berarti kondisi pasar memang tengah tak kondusif. Taufik menambahkan, jika switching, jangan malah beralih ke produk yang lebih berisiko. Pindahkan ke produk berpotensi return lebih baik dengan risiko sama atau lebih kecil. Misal, produknya adalah reksadana saham untuk target dana jangka panjang. Anda bisa memindahkan ke produk reksadana saham dengan realisasi kinerja di atas asumsi return.

Alternatif lain apabila kinerja investasi masih di bawah target, menurut Aakar, adalah mendiamkan dan menambah investasi di instrumen lain sebagai langkah diversifikasi risiko.

Strategi investasi
Kerapkali, hasil investasi kurang optimal bukan melulu karena faktor pasar. Bisa jadi hasilnya mengecewakan akibat pemodal kurang disiplin, ketersediaan dana investasi kurang, atau karena strategi investasi yang dipilih kurang tepat.

Salah satu strategi yang umum dijalankan, dollar cost averaging (DCA) atau rutin berinvestasi di waktu tertentu dengan jumlah dana sama. Strategi ini cocok bagi Anda yang berprofil pendapatan rutin.

Lalu, lumpsump atau berinvestasi sejumlah tertentu sekaligus di satu waktu, biasanya di awal investasi. Umumnya ditempuh oleh orang dengan karakter penghasilan tidak rutin.

Prita menilai, DCA merupakan strategi investasi paling optimal, walau belum tentu memberi return paling maksimal. “DCA bukan untuk mencari untung maksimal tapi strategi meminimalkan risiko investasi sehingga hasil investasi bisa optimal,” kata dia.

Maklum, bila Anda bukan seorang profesional di pasar modal, akan terlalu sulit dan berisiko berinvestasi berdasarkan pembacaan momentum pasar (market timing). Sedang strategi lumpsump biasanya memberi hasil maksimal ketika pasar diramal bakal bullish dalam jangka panjang.

Taufik menambahkan, strategi DCA bisa maksimal bila dikombinasikan dengan monitoring pasar (lihat tabel di halaman 16). “Bisa terjadi, kinerja NAB negatif namun pertumbuhan dana tetap positif,” ujarnya.

Contoh lain, taruh kata hasil investasi di instrumen jangka panjang, beberapa waktu terakhir sudah hampir mendekati target. Boleh saja, dana yang sudah berkembang itu Anda parkir dulu di instrumen risk free, seperti deposito, lalu tetap melanjutkan DCA.

Ketika harga produk investasi tengah turun, dana tersebut Anda masukkan lagi. “Dengan catatan, indikator teknikal ke depan ada sinyal bullish yang kuat,” kata Taufik.

Strategi DCA dikombinasikan dengan pembacaan pasar menjanjikan hasil lebih optimal. Namun, hal itu bisa berjalan apabila Anda memiliki pengetahuan dan waktu yang cukup untuk memahami pasar.

Bila Anda tidak memiliki modal tersebut, lebih baik bermain aman dengan strategi DCA murni. “Siapa, sih, yang bisa konsisten timing the market?” kata Prita, retoris.

Aakar menambahkan, dalam berinvestasi untuk sebuah tujuan keuangan, ada prinsip penting yang perlu diingat. “Konsisten menghasilkan untung itu lebih baik daripada mengejar untung tertinggi,” ujarnya.

Khusus untuk tahun ini di mana pasar finansial dibayangi gejolak seiring rencana kenaikan bunga The Federal Reserves, para perencana keuangan kompak menilai, strategi DCA tetap paling oke di tengah situasi pasar demikian.

Silakan mengevaluasi!   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah

Terbaru