Cermat berinvestasi di Tekfin P2P Lending

Selasa, 14 November 2017 | 17:15 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Cermat berinvestasi di Tekfin P2P Lending


INVESTASI ALTERNATIF - Kini, berinvestasi di perusahaan teknologi finansial berbasis peer to peer (P2P) lending jadi alternatif untuk membiakkan duit. Maklum, tawaran imbal hasilnya ada yang mencapai 30% setahun. Menggiurkan bukan?

Tak heran, jumlah investor di penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi itu terus berbiak. Contoh, investor di PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku). Saat ini, Modalku punya 16.000 investor aktif.

Reynold Wijaya, Co-Founder dan CEO Modalku, bilang, layanan P2P lending memberikan imbal hasil yang menarik bagi investor pemberi pinjaman. “Lebih tinggi dibanding deposito dan obligasi,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima Tabloid KONTAN.

Menurut Ekonom Muhammad Chatib Basri, potensi P2P lending di Indonesia sangat besar. Perusahaan teknologi finansial P2P lending menyediakan instrumen alternatif investasi yang baru dan terjangkau. Sebagai alternatif investasi, P2P lending mudah dimengerti dan digunakan masyarakat umum.

“Begitu mudah bahkan, sehingga semua aktivitas pemberi pinjaman bisa dilakukan lewat aplikasi smartphone, cocok bagi pemuda-pemudi kita yang melek digital,” ujarnya dalam siaran pers yang sama.

Sekadar informasi, perusahaan teknologi finansial menawarkan layanan P2P lending yang mempertemukan peminjam dan pencari alternatif investasi melalui pasar digital. Dengan mendanai pinjaman itu, investor pemberi pinjaman bakal mendapat alternatif investasi dengan imbal hasil menarik. Investasinya pun memang terjangkau, mulai Rp 100.000.

Cek perusahaan

Meski begitu, investor mesti cermat betul. Jangan asal menempatkan dananya di penyelenggara layanan pinjam meminjam uang tersebut.

Tejasari, Perencana Keuangan Tatadana Consulting, mengatakan, belajar dari pengalaman, investasi dengan untung tinggi memiliki risikonya yang tinggi pula. “Kalau peminjam menjaminkan harta bendanya ke perusahaan P2P lending untuk berbisnis dan justru tidak pergi menjaminkan ke bank, itu sebenarnya patut dipertanyakan,” ungkap Tejasari.

Umumnya, bank memberikan pinjaman dengan syarat yang cukup ketat tapi dengan tingkat bunga lebih rendah. Jika tidak lolos dari bank, biasanya peminjam akan mencari sumber lain dengan bunga tinggi.

Semakin tinggi bunga, Tejasari beranggapan, semakin tinggi potensi peminjam untuk gagal bayar. Investasi investor pemberi pinjaman bisa jadi masalah.

“Saran saya, bukan jangan masuk ke investasi ini, tapi hati-hati. Memang, investasi itu kesempatannya lebih bagus karena seolah-olah berbisnis langsung. Tapi tetap cek, apakah aman,” pesannya.

Betul. Untuk menekan risiko, Melvin Mumpuni, Perencana Keuangan Finansialku.com, bilang, sebelum berinvestasi, yang paling wajib calon investor perhatikan adalah: apakah perusahaan teknologi finansial  P2P lending sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kalau saya pribadi, saya investasi pada P2P lending yang sudah terdaftar di OJK. Lebih aman,” imbuh Melvin yang sedang belajar investasi di beberapa perusahaan P2P lending.

Itu yang pertama. Kedua, calon investor juga harus melakukan pengecekan, apakah ada proteksi dana pada perusahaan tersebut.

Sebab, investasi pada perusahaan ini berisiko besar jika terjadi gagal bayar. Walaupun, sejauh ini Melvin belum menemui kejadian itu dari perusahaan P2P lending.

Ketiga, sesuaikan investasi dengan tujuan keuangan pribadi atau keluarga. “Biasanya, investasi di P2P lending waktunya enam bulan, duabelas bulan, hingga dua tahun. Kalau untuk tiga bulan, jangan investasi di sini,” kata Melvin.

Keempat, sebelum berinvestasi, perhatikan secara seksama rangkuman profil si peminjam. Biasanya, calon investor bakal mendapat beberapa informasi mengenai si peminjam.

Mulai nama, jenis usaha, penggunaan dana, dan keuntungan usaha seperti apa. “Kalau untuk bisnis yang baru-baru dirintis, risikonya tinggi. Sebaiknya, cek website si peminjam kalau ada. Disesuaikan dengan tren bisnisnya juga,” saran Melvin.

Misalnya, sekarang sedang tren digital, gadget begitu laku di pasaran. Jika si peminjam sudah berbisnis gawai dan memiliki toko online atau offline, seperti di Tokopedia atawa Glodok, maka calon investor layak mempertimbangkannya.

Buat tambahan

Kelima, kalau perusahaan P2P lending mensyaratkan agunan, itu lebih aman buat calon investor. Tapi tetap, calon pemodal perlu tahu betul prosesnya bagaimana bila si peminjam gagal bayar dan agunan disita.

Contohnya, si peminjam menjaminkan apartemen miliknya. Nasib hunian jangkung ini seperti apa setelah disita.

“Cuma yang terpenting memang, pilih perusahaan yang diawasi OJK. Karena biasanya, mereka harus bikin laporan sehingga kita tahu bagaimana rasio pinjaman bermasalah dari perusahaan P2P lending itu,” ujar Melvin mengingatkan.

Keenam, melihat tawaran bunga dari perusahaan P2P lending. “Kalau menurut saya, yang efektif di kisaran 18% hingga 20% per tahun. Kalau di atas 24%, terlalu besar dan risikonya besar juga,” ucap Melvin.

Ketujuh, cek biaya administrasi. Melvin menuturkan, biasanya perusahaan P2P lending mengenakan biaya hingga 1% dari nilai investasi.

Dan, investasi P2P lending juga tidak masuk di kategori pajak final. Sehingga, investasi ini masuk dalam penghasilan lain-lain yang terkena pajak progresif.

Bila masih coba-coba dalam berinvestasi P2P lending, sebaiknya jangan menaruh dana dalam jumlah besar dulu. Pesan Melvin, coba dengan nilai yang paling minimum saja.

Kecuali, perusahaan P2P lending memproteksi investasi pemberi pinjaman, maka investor bisa menyesuaikan dana sesuai dengan kemampuan mereka.

Lalu, jangan jadikan investasi P2P lending sebagai ladang utama memetik keuntungan (capital gain) tapi lebih kepada arus kas (cash flow). Soalnya, Melvin menyebutkan, beberapa perusahaan P2P lending membayar imbal hasil setiap bulan.

Ambil contoh, investor berinvestasi Rp 1 juta, maka saban bulan ia akan menerima Rp 100.000. “Ini bisa buat tambahan, misalnya, uang jajan sekolah anak,” kata Melvin.

Tejasari menambahkan, tujuan dari investasi ini sebaiknya bukan untuk dana-dana yang tidak bisa digeser ketika terjadi apa-apa. Sebut saja, untuk dana pendidikan.

“Baiknya untuk tujuan yang bisa digeser kanan kiri. Contohnya, untuk rencana jalan-jalan. Kalaupun terjadi gagal bayar, kan, bisa ditunda jalan-jalannya,” ujar dia.

Jadi, jangan gampang tergiur tawaran imbal hasil yang besar, ya. Tetap selektif dalam membiakkan dana di perusahaan berbasis P2P lending.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru