Berhemat dengan melakoni tantangan tanpa belanja

Rabu, 22 Februari 2017 | 10:00 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Berhemat dengan melakoni tantangan tanpa belanja


Mengerem hasrat belanja memang enggak gampang. Untuk itu, Ivy Widjaja melakukan 60 Days No Shopping bersama tiga teman sekantornya.

Head of Customer Segmentation & Marketing PermataBank ini melakoni tantangan 60 hari tanpa belanja tersebut sepanjang November hingga Desember 2015.

Ivy dan kawan-kawannya lalu membuat grup percakapan di WhatsApp (WA), dengan aturan main: hanya boleh berbelanja yang sifatnya kebutuhan, seperti keperluan anak, sehari-hari, dan bahan pokok. “Di luar kebutuhan itu, kalau mau beli apa-apa harus ngomong dulu ke grup WA,” ungkap dia.

Jelas, bukan pekerjaan gampang melakukan 60 Days No Shopping. Dua minggu pertama, Ivy mengaku sangat berat menjalani tantangan itu.

Maklum, perempuan punya gengsi yang tinggi, makanya doyan berbelanja yang berkaitan dengan gaya hidup. “Ketika itu saya mau marah, kenapa beli lipstik saja saja, misalnya, enggak boleh. Saya kesal,” ujarnya.

Tapi, berkat saling mendukung satu sama lain, Ivy bisa melewati tantangan selama dua bulan itu. Hasilnya, ia banyak melakukan penghematan.

Yang nyata bisa diukur adalah tagihan kredit kreditnya terpangkas hingga 50%. Hasil lain: mengerem keinginan belanja jadi kebiasaannya hingga kini.

Ya, gaya hidup memang bisa membuat pengeluaran boros. Ini termasuk pengeluaran-pengeluaran kecil untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan tapi dilakukan berulang kali.

Pengeluaran semacam ini dikenal juga dengan sebutan Latte Factor. Contohnya, membeli kopi di gerai coffee shop setiap hari, beli aksesori baru setiap bulan.

Bahkan, Latte Factor juga hadir tanpa sadar di rekening bank berupa biaya-biaya dari berbagai transaksi perbankan. Padahal, ketika dihitung-hitung, pengeluaran Latte Factor per bulan cukup besar, lo.

Jadi kebiasaan

Data PermataBank yang dirilis Selasa (31/1) lalu berbarengan dengan peluncuran ulang Gerakan #SayangUangnya, menunjukkan, 9 dari 10 orang mengeluarkan lebih dari Rp 900.000 per bulan untuk Latte Factor.

Ini sejalan dengan hasil survei Kadence International Indonesia bertajuk Share of Wallet. Survei ini menyebutkan, masyarakat kita rata-rata hanya menabung 8% dari pendapatan. Sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk Latte Factor.

PermataBank menemukan, hal yang paling sulit dikontrol oleh konsumen saat ini adalah mengatur pengeluaran yang kecil-kecil namun sering dilakukan.

“Masalah konsumerisme yang dihadapi oleh masyarakat sekarang bukanlah karena uang itu sendiri. Melainkan, lantaran kurangnya pengertian tentang pengelolaan uang,” kata Bianto Surodjo, Direktur Retail Banking PermataBank.

Menekan Latte Factor salah satunya bisa dengan melakukan tantangan tidak berbelanja. Tapi, setelah berhasil menjalani tantangan itu, Anda harus menjadikannya sebagai kebiasaan di hari-hari berikutnya.

“Kalau tidak jadi kebiasaan yang seterusnya, itu, kan, cuma menahan habit sementara saja,” ucap Tejasari, Perencana Keuangan Tatadana Consulting.

Ini sama dengan melakukan program diet makanan. Kalau sudah enggak diet lagi kemudian makannya jadi banyak, maka program itu jadi sia-sia.

Oleh karena itu, Tejasari mengatakan, sebelum melakukan tantangan tidak berbelanja, Anda mesti memahami dulu tujuan sebenarnya dari kegiatan itu. Sejatinya, tujuan dari tantangan ini adalah menjadikan kebiasaan tidak berbelanja menjadi habit Anda seterusnya.

“Kalau tidak, setelah tantangan tidak berbelanja selesai, jadi gelap mata kalau tidak paham tujuannya,” imbuh dia.

Betul. Budi Raharjo, Perencana Keuangan Oneshildt Personal Financial Planning, menegaskan, tantangan tidak berbelanja punya dampak positif jika ke depan kebiasaan ini juga menjadi karakter Anda. “Ini mendukung habit, Anda jadi punya kemampuan menahan konsumsi,” kata Budi.

Menurut Tejasari, melakukan tantangan tidak berbelanja semakin bagus lagi jika uang yang berhasil Anda hemat digunakan untuk tabungan atau investasi. “Sudah irit, ada hasil dari hemat belanja,” ujar Tejasari. Uangnya bisa dipakai untuk membeli emas atawa reksadana.

Nah, agar Anda bisa sukses melakoni tantangan tidak berbelanja, berikut tipnya:

  • Berkelompok

Sebaiknya, Ivy memberi saran, Anda menjalani tantangan tidak berbelanja bersama dengan teman dekat. Tujuannya, biar ada yang mengawasi sekaligus saling mendukung. “Biar enggak bisa curang juga, tetap membeli barang-barang yang tidak perlu,” katanya.

Budi menambahkan, paling enak melakukan tantangan ini bersama teman-teman satu kantor. Dan, sebaiknya Anda menggunakan aplikasi untuk pengeluaran sehari-hari.

Tapi sebetulnya, tantangannya tak hanya sebatas tidak berbelanja. Anda bisa membuat tantangan lain seperti membatasi pengeluaran harian. Misalnya, pengeluaran per hari Rp 50.000. “Tujuannya sama-sama agar punya pengendalian pengeluaran,” ujar Budi.

  • Aturan main

Setelah itu, Anda menetapkan aturan mainnya. Ivy dan teman-temannya mematok waktu pelaksanaan tantangan tidak berbelanja selama 60 hari. Selama melakukan tantangan, ia dan kawan-kawannya tidak boleh berbelanja di luar kebutuhan sehari-hari dan bahan pokok serta keperluan anak.

Jika memang tetap ingin membeli barang di luar yang sudah disepakati bersama, Ivy bilang, peserta tantangan mesti memberitahukan terlebih dahulu kepada peserta lainnya. Agar lebih mudah dalam berkomunikasi, ia dan teman-temannya membentuk grup di WA.

Ivy mencontohkan, dirinya pernah berencana membeli lipstik tapi enggak langsung mendapat lampu hijau dari teman-temannya. Sebelum membeli, dia diminta untuk membongkar tas kosmetik dan meja rias, siapa tahu masih ada lipstik.

“Dan benar, lo, karena mereka galak, aku cari lipstik di rumah dan ketemu sampai 10 lipstik,” ungkapnya dibarengi tawa.

Ivy dan teman-temannya juga pernah melarang salah satu peserta yang ingin membeli gelas yoghurt. Padahal, harganya hanya Rp 15.000 per gelas. Kalau di rumah ada gelas yang bisa dimanfaatkan, kenapa harus membeli yang baru.

Waktu pelaksanaan tantangan tersebut, menurut Budi, bisa dimulai dari 20 hari atau 30 hari dulu, tidak langsung 60 hari. “Tapi memang, kalau sampai 60 hari sebenarnya efek bisa lebih permanen,” ujar Budi.

Supaya lebih bersemangat dalam menjalani tantangan itu, Budi memberi saran, peserta yang bisa melakukan penghematan lebih besar diberi ganjaran hadiah. Untuk itu, peserta yang ingin ikut tantangan tersebut mesti membayar uang pendaftaran yang kemudian dipakai untuk membeli hadiah.

Anda siap melakoninya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru